BULAN JIHAD,PEJUANG WANITA DAYAK PERANG BARITO
Sejak Dulu, Pulau Kalimantan memiliki kekayaan yang luar biasa, Suku Dayak sejak dahulu kala sudah terikat adat untuk menjaga alam. Menjaganya dari kerusakan sudah mandarah daging dan turun temurun.
Kedatangan Belanda sejak tahun 1663 mulai merusak tatatan yang ada. Belanda menampakkan taring keserakahannya. Hutan Kalimantan perlahan mulai dirongrong. Walau tujuan utamanya tetap monopoli perdagangan, tetapi persoalan kerusakan lingkunganlah yang kelak menjadi latar belakang beragam peristiwa sejarah disana.
Berawal dari tambang batubara Oranje Nassau di Pengaron terjadi perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Kalimantan. Suku Banjar dan Dayak bersatu padu merapatkan barisan di bawah Pangeran Antasari. Batubara yang didapat melalui sistem penggalian dan pembabatan hutan tentu sangat merugikan rakyat tradisional Dayak yang tinggal atau bermukim di sekitarnya. Belum lagi masalah asap hasil olahan batubara, yang dapat membuat pertanian rakyat rusak dan sumber air mengering. Di antara para pejuang Dayak tersebut, terselip seorang wanita gagah perkasa, cantik memesona, Bulan Jihad namanya.
Bulan Jihad, nama Itu diberikan oleh sang sahabat, pewaris semangat perjuangan Antasari dan Gusti Muhammad Seman dalam melawan Tiran Kolonial Belanda. Dengan nama Itak atau Ilum, Bulan Jihad berjuang melawan kaum Kolonial. Di bawahnya rakyat Dayak Kalimantan bersatu, mencurahkan tenaga dan darahnya demi mempertahankan tanah Dayak dan Kalimantan
Bulan Jihad, gadis cantik rupawan dan memesona, tapi bukan itu yang membuat dia dikenang. Mandaunya yang berkilat dan tajam, menebas angkara penjajah nan Durjana. Ilum nama kecilnya lahir dari Suku Kenyah Kalimantan barat, tapi raganya terpanggil ke tanah Barito. Hatinya terusik untuk berjuang.
Bersama Ratu Zaleha yang mewaris semangat ayahnya, Bulan Jihad berjuang, Gelegar semangatnya mampu mempersatukan Anak Dayak dan banjar. Kenyah, Siang, Ngaju, Dusun Bakumpai, Banjar bersatu padu melawan penjajah. Bagi mereka setiap jengkal Tanah Kalimantan adalah harga mati yang harus diperjuangkan dengan tebusan nyawa.
Tjilik Riwut pernah bercerita, Bulan Jihad adalah Panglima Burung yang Jelita, wataknya Luar biasa dan mampu mempersatukan Tanah Dayak. Dia pelindung setiap jengkal hutan. Yang mulai rusak oleh Polah ulah manusia. Bukan hanya senjata tapi juga merawat dan menjaga lingkungan. Jengkal demi jengkal tanah yang dirusak Belanda, dia tanami dan rawat sedemikan rupa. Oranje Nassau menjadi saksi perjuangan Sang Pangkalima
Perjuangan Ilum si Bulan Jihad tidak penah berhenti, meski satu persatu rekan, sahabat, keluarganya mulai tertangkap. Kobaran Semangatnya menjadi hantu bagi penjajah. Bersama pasukannya dia kobarkan perlawanan. Pihak belanda mulai risau, si Bulan Jihad harus ditangkap. Tapi, sampai kedatangan Jepang tahun 1942, Bulan Jihad tetap Berjuang. Jepang Sang tiran Baru pun enggan mengusiknya, mereka sadar Bulan Jihad terlalu perkasa.
11 Januari 1954, rasa rindu Bulan Jihad membuncah, dia ingin berjumpa sahabatnya Ratu Zaleha, 49 Tahun dia berjuang di pedalaman, tanpa tahu kabar rekannya. Hatinya sedih sekaligus gembira, sedih sahabatnya telah tiada, bahagia mengetahui tanah airnya sudah merdeka. Itulah kemunculan terakhirnya yang sempat tercatat oleh Pemerintahan Muara Joloi.
Bulan Jihad adalah salah satu dari bukti bahwa Kaum Wanita Dayak turut berjuang. Mereka tidak berpangku tangan dan pasrah pada keadaan, setiap tetes keringat dan darah mereka korbankan. Bulan Jihad juga menjadi inspirasi bagi perawat lingkungan. Berjuang menjaga hutan dari tangan tiran yang tidak berperasaan.
ARTIKEL INI TELAH DIPERLOMBAKAN DAN TERPILIH MENJADI 25 NASKAH TERBAIK DI DINAS BUDAYA DAN PARIWISATA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, DAN MENJADI NASKAH TERPAVORIT